hipermawa komisariat penrang

https://www.blogger.com/profile/02159928823029422058

Kamis, 28 Maret 2019

THE LEGEND OF LAMADDUKELLENG

LAMADDUKELLENG (1700-1767)

https://hipermawakomisariatpenrang.blogspot.com/2019/03/the-legend-of-la-maddukelleng.html
SEPAK TERJANG LAMADDUKELLENG SEMASA HIDUPNYA

HPMW_PENRANG.COM, WAJO - La Maddukkelleng (lahir: di Belawa, Wajo, Sulawesi Selatan, 1700 - wafat di Sengkang, 1765) adalah bangsawan dari lingkungan kerajaan Wajo dan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia

La Maddukelleng adalah putera dari Arung (Raja) Peneki La Mataesso To Ma'dettia dan We Tenriang Arung (Raja) Singkang,

Pada usia 9 tahun, La Maddukelleng meninggalkan Belawa, "Tanah kelahirannya" dan tinggal bersama keluarganya di lingkungan kerajaan Wajo. Pada usia 11 tahun, La Maddukkelleng disunnat dengan pelaksanaan ritual di lingkungan kerajaan. Dalam kondisi baru saja disunnat, La Maddukkelleng ikut bersama pamannya menghadiri pesta perayaan pemasangan giwang (Matteddo) I Wale di CenranaE, putri raja Bone, La Patau Matanna Tikka, Ia ditugaskan oleh pamannya, Arung Matowa Wajo "La Salewangeng to Tenriruwa sebagai pemegang tempat sirih raja.

Sebagaimana lazimnya, dalam setiap pesta raja-raja Bugis, selalu diadakanlah lomba perburuan rusa "maddengngeng" dan pertandingan sambung ayam "mappabbitte". Pada saat pesta sabung ayam tersebut sedang berlangsung, ayam putera Raja Bone dikalahkan oleh ayam Arung Matowa Wajo. Tapi kemenangan itu tidak diakui oleh orang-orang Bone dan mereka berpendapat bahwa tidak ada yang menang dan kalah dalam pertarungan itu. Perbedaan pendapat itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya keributan yang berujung pada perkelahian.

La Maddukkelleng yang pada saat itu baru saja disunat dan lukanya belum sembuh benar, turut serta dalam perkelahian yang mengakibatkan jatuhnya korban di pihak Bone dan La Maddukkelleng berhasil membunuh 11 orang, di mana waktu itu usia La Maddukkelleng juga baru 11 tahun.
Dalam suasana darurat, Arung Matowa Wajo beserta para pengikutnya terpaksa pulang ke Wajo melalui Sungai Walennae.

Beberapa saat setelah Arung Matowa Wajo La Salewangeng tiba di Tosora, maka datanglah utusan Raja Bone untuk meminta agar La Maddukkelleng diserahkan ke Raja Bone untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tapi Arung Matowa Wajo mengatakan bahwa La Maddukkelleng tidak berada Wajo. Walaupun tidak percaya pada penjelasan Arung Matowa mengenai keberadaan La Maddukkelleng, utusan raja Bone itu kembali ke Bone dengan tangan hampa,. Mareka tidak bisa memaksakan kehendak untuk membawa La Maddukkelleng karena ada ikrar yang telah disepakati antara kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo di Timurung pada tahun 1582, bahwa tiga kerajaan itu harus saling mempercayai.

Atas kejadian tersebut, hubungan kerajaan Wajo dan kerajaan Bone kurang harmonis, dan untuk menjaga agar hubungan baik ke dua kerajaan tersebut tetap terjaga, maka La Maddukkelleng memutuskan untuk pergi merantau. Sebelum ia berangkat, La Maddukkelleng datang menghadap dan meminta restu Arung Matowa Wajo dan Dewan Pemerintah Wajo (arung bentempola). Saat itu bertepatan dengan selesainya pembangunan gedung tempat penyimpanan harta kekayaan di sebelah timur masjid Tosora serta gedung padi di Tellu Limpoe)

Kata-kata La maddukelleng yang paling di ingat masyarakat wajo..sewaktu ditanya tentang bekal yang akan dibawa saat ingin meninggalkan wajo karna perbuatannya, ia menjawab bahwa ada tiga bekal yang akan ia bawa serta  : pertama lemahnya ujung lidahku (cappa lila), kedua tajamnya ujung kerisku (cappa kawali) dan yang ketiga ujung kelaki-lakianku (cappa laso)

Sejak muda, La Maddukelleng meninggalkan Wajo dan mengembara di sekitar Malaka. Pengembaraannya sangat sukses dan beliau berhasil merajai Selat Makasar hingga Belanda menjulukinya bajak laut

Dalam perantauan La Maddukkelleng menikahi puteri Raja Pasir.,,La Maddukkelleng sempat memerintah Pasir sebagai Sultan Pasir selama 10 tahun sebelum kembali ke kerajaan wajo

Setelah kembali ke wajo La Maddukelleng menjabat sebagai arung peneki dan Arung Matowa Wajo XXXIV di waktu yang berbeda

La Maddukkelleng dijuluki Petta Pamaradekangi Wajona To Wajoe yang artinya tuan/orang yang memerdekakan tanah Wajo dan rakyatnya









(SUMBER : WIKIPEDIA)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar